Senin, 30 Agustus 2010
Selamatkan Gresik sebagai Kota Sejarah
Selamatkan Gresik sebagai Kota Sejarah
Senin, 30 Agustus 2010 | 14:13 WIB
Oleh Abd Sidiq Notonegoro
Menurut catatan sejarah, Gresik dikenal sejak abad ke-11 Masehi, ketika telah mampu menempatkan diri sebagai kota pelabuhan (bandar) yang besar dan dikunjungi berbagai pedagang dari mancanegara seperti China, Arab, Gujarat, Persia, dan India. Sejak saat itu pula, Gresik merupakan salah satu pintu utama masuknya Islam ke tanah Jawa. Maka, tidak berlebihan apabila di Gresik ditemukan banyak makam dan situs sejarah bernuansa Islam.
Karena menyimpan banyak situs dan jejak sejarah perjalanan Islam di pulau Jawa, tidak aneh kalau Gresik merupakan salah satu kota tujuan wisata religi. Hampir setiap hari masyarakat dari luar Gresik berduyun-duyun berziarah ke makam-makam tokoh Islam tempo dulu. Mereka umumnya berziarah ke makam Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri, dua dari sembilan wali di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga.
Selain makam-makam kuno, sesungguhnya di beberapa sudut kota Gresik juga masih kita jumpai bangunan-bangunan kuno khas Romawi yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Menurut sejarah, Belanda sebagai penjajah berada di Gresik sejak 1910. Sayangnya, beberapa bangunan kuno yang melambangkan kekokohan Gresik ini tidak terawat baik. Bahkan, tidak sedikit bangunan dihancurkan dan diganti bangunan khas modern-kontemporer. Belum ada upaya penyelamatan yang maksimal dari pemerintah daerah (pemda) Gresik.
Hal ini sebenarnya sungguh ironis. Meski Gresik diketahui sebagai kota tua yang menyimpan kekayaan sejarah yang berlimpah, hingga kini pemerintah Gresik belum memikirkan pentingnya peraturan daerah (perda) cagar budaya untuk melindungi situs-situs sejarah itu dari kepunahan.
Bandingkan dengan Lamongan yang telah lama memiliki perda cagar budaya. Bahkan, kita tidak bisa menutup mata soal beberapa situs sejarah di Gresik justru dirusak sendiri oleh pemerintah demi kepentingan-kepentingan sesaat dan sekadar memenuhi impian modernitas. Pendek kata, Gresik sebagai kota sejarah kerap diabaikan dan ditelantarkan pemerintah.
Mengapa MSI lahir?
Memang harus diakui bahwa tidak 100 persen pemda mengabaikan peninggalan-peninggalan sejarah di Gresik. Namun, hal yang menjadi perhatian pemda hanyalah situs-situs sejarah yang memang sejak awal selalu dikunjungi masyarakat dan mendatangkan keuntungan finansial. Hanya saja kunjungan masyarakat itu pun sebatas karena kaitannya dengan ritus "ziarah kubur", tidak lebih dari itu.
Mencermati apatisme pemerintah yang tampak kurang gigih dalam menjaga, merawat, dan mengeksplorasi jejak-jejak sejarah yang sangat berharga itu, anak-anak muda yang memiliki kepedulian terhadap peninggalan-peninggalan sejarah Gresik akhirnya menampakkan empatinya. Mereka bersepakat membentuk Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) di Gresik. MSI Gresik merupakan organisasi di dalam naungan MSI Cabang Jatim.
Karena itu, lahirnya MSI Komisariat Gresik minimal dilatarbelakangi dua hal. Pertama, ungkapan keprihatinan masyarakat Gresik atas sikap pemerintah yang kurang memberikan kepedulian pada penyelamatan situs-situs sejarah di Gresik, baik situs yang terkait dengan jejak sejarah masuknya Islam ke Jawa yang kemudian menjadikan Gresik dikenal sebagai Kota Santri maupun situs-situs yang mencitrakan jejak sejarah perjuangan bangsa dalam menghadapi kaum kolonial Belanda atau Jepang.
Kedua, jawaban dari perasaan aneh sekaligus prihatin terhadap realitas Gresik sebagai kota sejarah yang tidak memiliki komunitas pencinta sejarah.
MSI merupakan organisasi nonpemerintah dan nirlaba sehingga dukungan moril (dan materiil) sangat diharapkan. Satu impian kita, kehadiran MSI di Gresik mampu menjadi terapi moral bagi pemerintah untuk lebih peduli pada situs-situs bersejarah kota Gresik meski situs tersebut tidak menjanjikan keuntungan finansial. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi stimulan bagi generasi muda Gresik agar lebih peduli pada peninggalan sejarah yang sangat berharga tetapi tidak terawat.
Akhirnya, mudah-mudahan MSI bukan sekadar organisasi papan nama yang kehidupannya bergantung pada individu (tokoh) tertentu. Namun sebaliknya, kita berharap MSI bisa terus eksis karena memiliki visi dan misi kuat. Selamat datang MSI dan semoga menjadi penggugah penguasa dan masyarakat akan pentingnya menyelamatkan situs sejarah di Gresik meski tidak menghasilkan keuntungan finansial.
Abd Sidiq Notonegoro Dosen di Universitas Muhammadiyah Gresik
Langganan:
Postingan (Atom)